Jumat, 29 Maret 2013

Jumat, 01 Maret 2013

Tujuh Keutamaan Kandungan Surat Al-Ashr

Sebagai umat muslim, masih banyak yang jarang mengetahui isi kandungan surat Al-Ashr. Untuk itu saya akan memaparkan tujuh keutamaan surat Al-Ashr diantaranya :

  1. Jaga waktu, Ajaran Islam sangat menghargai waktu. Allah Swt. Sendiri berkali-kali bersumpah dalam al-Qur’an berkaitan dengan waktu. “ Wal ‘Ashri ( demi waktu)”, Wadh-Dhuha (demi waktu dhuha)”, Wal-Lail (demi waktu malam) dll. Maka, sangat beruntunglah orang-orang yang mengisi waktunya dengan efektif, yaitu orang-orang yang mempersembahkan yang terbaik dalam rangka beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam sebuah hadits Qudsi, “ Pada setiap fajar ada dua malaikat yang berseru, “wahai anak Adam aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh karena sebab itu, manfaatkanlah aku sebaik-baiknya. Karena aku tidak akan kembali lagi hingga hari pengadilan ( HR. Turmudzi).” Ada pepatah mengatakan waktu adalah uang. Mengingat akan pentingnya waktu maka kita dituntut untuk memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya.hadits Rosul yang artinya : Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, karena jika seandainya hari ini waktu kita sama dengan hari kemarin maka termasuk orang yang merugi. Bahkan . Rhoma Irama dengan mengutip hadits Rosul mengatakan : Ingat lima perkara sebelum lima perkara : hidup sebelum matimu, masa muda sebelum masa tuamu, Kaya sebelum miskin, sibuk sebelum senggang, sehat sebelum sakitmu.
  2. Pelajari manusia, coba kita renungkan diri masing-masing. Mengapa banyak diantara manusia yang tidak bersyukur akan ciptaan-Nya. Diantaranya adalah karena mereka tidak tahu akan dirinya, siapa yang menciptakan, untuk apa diciptakan, dan kepada siapa mereka dikembalikan. Dengan mengenal diri maka kita akan mengenal Tuhannya, sesuai sabda Rosulullah Saw : Artinya : barang siapa mengenal dirinya maka akan mengenal Tuhannya. Pendidikan diri dapat dilalui dengan keterbukaan diri dan berbicara dengan diri. Sungguh Allah selalu mengetahui diskusi diri kita. Kebenaran yang sejati ada di sisi Allah, sedangkan pada manusia ada kecendrungan baik dan buruk.
  3. Hindari kehancuran, setiap manusia semua menginginkan untuk jauh dari jurang kehancuran sebaliknya mereka ingin kehidupannya selamat dan bahagia dunia dan akhirat. Tetapi sedikit orang yang berusaha mencari jalan untuk jauh dari jurang kehancuran, maka rugilah mereka.
  4. Dasari hidup dengan iman, Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Iman bukanlah bentuk barang yang nyata, tetapi iman adalah abstrak tidak bisa dilihat. Namun contoh riil dari buahnya iman adalah seorang yang pandai menjaga diri dari kemaksiatan dan kejelekan. Seseorang yang memiliki iman yang kuat bisa memilih dan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena itu hidup kita supaya selamat dunia dan akhirat harus didasari dengan iman.
  5. Isilah kehidupan dengan amal yang sholeh, amal yang sholeh adalah amal atau perbuatan yang diperintahkan oleh Allah melalui Rosulnya. Adapun contoh dari amal sholeh adalah melaksanakan sholat lima waktu setiap hari, mengikuti jama’ah pengajian dimana pun berada, memberiikan sodaqah bagi orang yang membutuhkan dan lain sebagainya.
  6. Tegakan kebenaran, Menegakan kebenaran tidak semudah membalikan telapak tangan, tetapi menegakan kebenaran perlu persiapan yang matang yakni dengan ilmu yang banyak, iman yang kuat, mental yang sehat dan lain sebagainya. Alangkah baiknya kita mampu menegakan untuk diri kita sendiri dan keluarga terlebih dahulu kemudian orang lain sesuai dengan perintah Allah SWT dala surat At-Tahrim ayat 6 : Artinya : Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. Banyak sebahagian orang yang menentang kebenaran, karena mereka tidak tahu akan dirinya yang sebenarnya. Dengan ketidak tahuan itu mereka tidak mau tahu akan kebenaran dari Allah. Semoga mereka yang menentang kebenaran diberikan hidayah oleh Allah SWT, sehingga mau mengikuti ajaran Rosulullah Saw. Amiin.
  7. Hadapi kehidupan dengan sabar. Sebesar masalah datang menghalang, maka apabila dihadapi dengan hati yang sabar maka masalahpun dengan sendirinya akan teratasi. Allah akan senantiasa dengan orang-orang yang sabar: Artinya : Sesungguhnya Allah bersama orang yang sabar. Tiada alasan bagi kita semua untuk menyia-nyiakan setiap detik kesempatan yang telah diberikan Allah

SURAH AL-ASHR

WAKTU

بِِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Dengan Nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang.

وَالْعَصْرِ
1. Demi waktu,
'Ashr berarti 'waktu, zaman', atau 'sore, mundurnya hari'. Ini merupakan pertanda dari awal kemunduran yang dimulai setelah segala sesuatu mencapai zenitnya dan telah sampai pada pencahayaan penuhnya.


إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ
2. Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi.

Berdasarkan kenyataan bahwa kita menjalani waktu, ternyata manusia selalu dalam keadaan rugi. Dan berdasarkan kenyataan hidupnya, ternyata sifat rendah manusia itu merugikan. Khusr berarti 'kerugian, pengurangan'. Manusia memiliki sifat bingung, ia berayun dari satu situasi ke situasi lainnya, dari satu ketidakpuasan ke ketidakpuasan lainnya, dari satu ilusi ke ilusi lainnya. Kehidupannya tidak memuaskan karena ia tidak bisa beristirahat, atau memperoleh kedamaian dan ketenangan di dalamnya. Itulah keadaan normal dari kehidupan dunia ini, dengan fluktuasi-fluktuasinya yang meletihkan manusia. Baru saja satu situasi terkendali, situasi kacau baru yang tidak memberi harapan terjadi.

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan berbuat kebaikan, dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran.

Orang-orang ini dikecualikan karena mereka akan berusaha melebihi keadaan alamiahnya. Secara inheren, tidak ada yang salah apabila terjadi kemunduran pada kondisi manusia, sebagaimana digambarkan tadi. Karena, kemunduran itu mengikuti busur alamiah dari penciptaan. Kita harus ingat bahwa Allah mengatakan dalam sebuah hadis kudsi, 'Apa yang salah pada hamba-hamba-Ku? Mereka berdoa kepada-Ku, meminta kemudahan dan kesenangan di dunia ini, dan Aku tidak menciptakannya untuk itu!'
Begitu kita menyadari keadaan rugi ini maka kita dapat membebaskan diri dari situasi tersebut melalui ketaatan, tidak melalui serangan langsung terhadap kehidupan atau mencoba mengendalikan kehidupan. Hanya melalui ketaatan—bukan berarti melarikan diri dari masalah melainkan keyakinan bahwa yang ada di balik penciptaan benar-benar aman—akan diperoleh keuntungan yang mutlak. Jalan menuju kepercayaan itu adalah melalui keyakinan yang didasarkan pada ilmu (iman), dan amal saleh.
Termasuk dalam panggilan salat adalah ungkapan hayya 'ala al-falah (mari menuju keberhasilan). Panggilan ini mengajak kita untuk meraih keberhasilan yang timbul dari ketundukkan kepada dilema keadaan manusia yang merugi. Dari keadaan bingung dan rugi yang biasa, keberhasilan bisa terwujud pertama-tama melalui keyakinan batin bahwa kita bisa berhasil—bahwa kita dapat mengatasi keadaan—tidak melalui materi atau dengan menguasai, tapi dengan mengubah sikap kita. Kita tidak dapat mengubah sifat dunia, sebesar apa pun upaya kita. Kekuatan semata tidaklah dapat mengatasi keadaan kecuali dengan mengubah arah batin, yaitu mewujudkan iman ke dalam amal saleh.
Washa berarti 'memperingatkan, melarang, memerintahkan, menasihati'. Kata benda turunan, washiyah berarti 'kemauan', yakni perintah yang terakhir dan terpenting yang ditinggalkan seseorang. Kata kerja di sini diungkapkan dalam bentuk jamak karena berkenaan dengan manusia. Implikasinya adalah bahwa guna mengatasi keadaan normal keduniawian maka kita harus melibatkan orang lain; masalah keduniawian tidak dapat diselesaikan melalui pengasingan diri. Juga berarti bahwa di antara orang lain dalam kesatuan sosial ada ukuran yang dapat kita jadikan sebagai patokan untuk mengukur diri. Jika kita hidup bersama sekelompok orang yang berorientasi pada kebenaran dan saling memikirkan, maka kedustaan dan kemunafikan kita akan terungkap.
Fondasi dari semua ini adalah shabr, 'kesabaran', karena Allah adalah Yang Mahasabar, al-Shabur. Allah berada di luar waktu. Kesabaran berarti menyusutkan waktu. Umpamanya, jika kita ingin memakan buah mentah sebelum waktunya dan kita tahu harus menunggu tujuh hari sebelunn buah itu siap dimakan, maka kita siap untuk menunggu. Yang harus kita lakukan adalah membekukan waktu seminggu menjadi 'waktu nol'. (Kita menunggu sampai waktu yang seminggu itu habis dijalani—peny.).
Surah ini dimulai dengan 'ashr dan diakhiri dengan shabr dan menunjukkan kepada kita bahwa waktu berasal dari Allah, dari Yang Tak Berwaktu. Surah ini mulai dengan apa yang kita alami, berbagai peristiwa yang berubah-ubah dan bersifat siklis, dan berakhir dengan fondasi, yang tak tergoyahkan dan tak berubah: shabr (kesabaran). Ketika Sembilan Puluh Sembilan Nama dituliskan atau dibacakan, maka Nama al-Shabur selalu yang terakhir, karena Sifat itu merupakan fondasi untuk penciptaan.